Raperda pencegahan Perkawinan Anak Jawab Tingginya Tingkat Perceraian di Bondowoso

    Raperda pencegahan Perkawinan Anak Jawab Tingginya Tingkat Perceraian di Bondowoso

    BONDOWOSO – Raperda Pencegahan Perkawinan Anak menjadi pembahasan yang paling disorot oleh masyarakat pada saat public hearing, Minggu (11/12) diadakan di Kecamatan Tlogosari. Hal ini dikarenakan tingginya angka Perkawinan anak di kabupaten Bondowoso. Padahal menurut UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanitanya sudah mencapai umur 19 tahun.

    Andin Desnafitri , salah satu narasumber public hearing  Raperda inisiatif DPRD Kabupaten Bondowoso menyampaikan tentang tingginya angka perkawinan anak di Bondowoso yaitu mencapai 1.077 di tahun 2020, sedangkan di tahun 2021 terdapat 802 dibuktikan dengan permohonan dispensasi pernikahan. Hal ini diikuti dengan tingginya angka perceraian di Bondowoso yang mencapai 1.079 kasus pada tahun 2021 dan 1.888 kasus di tahun 2022. Tingginya angka perceraian ini menjadikan Bondowoso masuk ke dalam daftar 10 kabupaten dengan angka perceraian tertinggi di Jawa Timur.

    Kegiatan public hearing Raperda Pencegahan Perkawinan Anak yang diadakan di Rumah anggota DPRD Kabupaten Bondowoso Fathurasi, mendapat respon dan dukungan yang baik dari masyarakat. Pasalnya, masyarakat yang hadir banyak yang merasa haawatir dengan nasib anak-anak yang sudah terlanjur dinikahkan secara agama. Karena pernikahan anak  belum bisa dibendung dan sudah terlanjur menjadi tradisi di masyarakat.

    Pesertaa public hearing yang terdiri dari ibu-ibu PKK, LSM, Pemerintah Desa dan tokoh masyarakat menanggapi tentang bagaimana nasib anak-anak yang sudah terlanjur dinikahkan secara agama jika raperda perkawinan ini berhasil disahkan.

    “anak-anak itu kalau sudah terlanjur dekat kemana-mana bareng tidak bisa dipisahkan, makanya langsung ditunangkan” Tutur Mudin.

    Menurut Fathurasi, Perkawinan anak ini memang banyak terjadi di Kabupaten Bondowoso, bahkan di daerah tempat ia tinggal baru saja ada anak di bawah umur yang bertunangan kemudian dinikahkan oleh orang tuanya. Biasanya alasan orang tuanya adalah jika anak sudah suka sama suka, maka lebih baik ditunangkan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti zina dst. Namun terkadang pertunangan inilah yang disalahgunakan oleh anak-anak sebagai tanda legalitas hubungan mereka ke jenjang yang lebih lanjut. Untuk  itu kita perlu mengatahu tentang dampak-dampak negatif dari pernikahan dini seperti dampak terhadap kesehatan reproduksi, mental dan kelanggengan dalam suatu hubungan rumah tangga.

    “Kita anggota DPRD Bondowoso, merancang Raperda Pencegahan Pernikahan Anak ini dengan tujuan menekan angka pernikahan anak di masyarakat karena secara ilmiah kematangan atau kedewasaan mempengaruhi tingkat perceraian di dalam rumah tangga” Kata Fathurasi.

    Sebagai penutup, Andin Desnafitri, mengatakan bahwa Raperda Pencegahan Pernikahan Anak menjadi sangat penting untuk masyarakat Bondowoso agar ada payung hukum yang jelas untuk melakukan pencegahan terhadap fenomena pernikahan anak yang terjadi di masyarakat.

    “Raperda ini merupakan bentuk kepedulian DPRD Bondowoso terhadap masa depan anak-anak di Bondowoso agar usia yang masih dini dimanfaatkan untuk untuk hal-hal positif seperti sekolah atau kuliah atau bekerja biar mental mereka siap untuk hidup berumah tangga”

    Editor: Moh. Khoirul Umam 

    Publisher: Andin

    bondowoso
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Godog Raperda Pendidikan Pancasila, DPRD...

    Artikel Berikutnya

    Ajak Masyarakat Patuhi Prokes, Polres Bondowoso...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Hendri Kampai: Merah Putih, Bukan Abu-Abu, Sekarang Saatnya Indonesia Berani Jadi Benar
    Kapolri Beri Kenaikan Pangkat Anumerta ke Almarhum AKP Ulil Ryanto
    Kapolri Sebut Pengamanan Nataru Akan Dilakukan 141.443 Personel
    Bantu Pencegahan Penyakit Kaki Gajah, Babinsa Kuala Kencana Dampingi Petugas Kesehatan Pada Saat Survey dan Pengambilan Sampel Darah
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan dan Paradoks Kebijakan

    Ikuti Kami